Sunday 21 August 2011

HUBUNGAN ANTARA PERUBAHAN INDEKS MASSA TUBUH PADA MASA ANAK – ANAK DENGAN MASALAH GLUKOSA INTOLERAN PADA USIA DEWASA MUDA


Latar Belakang
Risiko penyakit Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 lebih tinggi pada orang yang lahir dengan berat lahir rendah dan kemudian  mengalami obesitas pada masa dewasa. Jika masalah obesitas yang mereka alami bermula dari saat masa anak – anak, pada usia berapa dimulai munculnya masalah ini belum diketahui hingga saat ini. Memahami penyebab dari masalah obesitas sangat penting untuk negara – negara berkembang, karena pada daerah tersebut jumlah kasus diabetes tipe 2 meningkat tajam, sementara disatu sisi mereka masih harus berperang menurunkan angka gizi kurang pada anak – anak.

Metode
Penelitian ini adalah penelitian prospektif  yang berbasis populasi. Peneliti memeriksa toleransi glukosa dan konsentrasi plasma insulin pada 1429 laki – laki dan perempuan berusia 26 – 32 tahun yang berat badannya diukur saat lahir dan melakukan pengukuran berat badan secara berkala setiap 3 – 6 bulan sekali selama masa bayi, anak – anak, dan remaja.    

Hasil
Prevalensi dari masalah intoleransi glukosa 10,8% dan yang mengalami diabetes 4,4%. Subjek penelitian yang mengalami masalah intoleransi glukosa diabetes mempunyai indeks masa tubuh yang rendah sejak lahir hingga sekitar usia 2 tahun, yang kemudian diikuti dengan adiposity rebound (usia setelah periode bayi dilewati dan terjadi peningkatan massa tubuh) dan peningkatan indeks masa tubuh secara terus menerus hingga usia dewasa. Namun meskipun terjadi peningkatan indeks massa tubuh selama periode usia 2 – 12 tahun, tidak satupun subjek penelitian yang mengalami obesitas pada usia 12 tahun. Odds rasio untuk penyakit yang berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh dari usia 2 – 12 tahun adalah 1,36 (dengan derajat kepercayaan 95%, 1.18 hingga 1.57; P<0,001).


Kesimpulan
Terdapat hubungan antara berat badan rendah selama masa bayi dengan masalah intoleransi glukosa atau diabetes selama usia dewasa. Peningkatan indeks massa tubuh setelah usia > 2 tahun juga berhubungan dengan penyakit tersebut.

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN PROTEKSI TERHADAP PENYAKIT DEGENERATIF



     Trasisi epidemiologi menyebabkan perubahan pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular atau lebih dikenal dengan penyakit degeneratif. Hal ini menimbulkan beban ganda atau double burden of disease, dimana negara berkembang seperti Indonesia harus menghadapi masalah penyakit degeneratif sementara pemerintah masih terus berperang melawan masalah kekurangan nutrisi seperti gizi buruk yang hingga kini belum bisa diselesaikan.
     WHO menyatakan bahwa pada tahun 2000 penyakit tidak menular telah menjadi penyebab dari 60% kematian di dunia, di daerah Asia Tenggara, 52% kematian adalah akibat penyakit tidak menular. Sementara di Indonesia, hasil penelitian dari Djaka tahun 2003 terhitung sejak tahun 1985 – 2000 angka kematian akibat penyakit degeneratif telah meningkat hingga 3 kali lipat.1
    Negara – negara maju yang telah lebih dulu menghadapi masalah transisi epidemiologi mulai mencari berbagai upaya untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif telah diketahui berhubungan dengan pola makan dan diet pada masa kecil dan dewasa serta nutrisi pada masa – masa awal post natal memiliki efek fisiologis jangka panjang pada manusia. Atas dasar pemikiran tersebut maka beberapa peneliti mulai mencari hubungan antara pemberian ASI sebagai makanan utama pada masa awal kelahiran dengan penyakit degeneratif.2
     Selama ini hanya diketahui dan seringkali dipromosikan bahwa ASI memiliki banyak manfaat dalam mengurangi angka mortalitas bayi karena ASI memberikan proteksi dari diare, pneumonia, sepsis neonatorum, meningkatkan kecerdasan bayi, serta meningkatkan kelekatan antara ibu dan anak (bonding and attachment). Namun belum banyak diketahui bahwa ternyata ASI tidak hanya memberikan manfaat bagi bayi selama periode anak – anak namun memberikan manfaat yang luar biasa hingga masa dewasanya nanti.3

1.      ASI dan Obesitas
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingginya angka penyakit degeneratif antara lain karena meningkatnya jumlah penderita obesitas. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Owen et al menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara indeks massa tubuh anak yang diberikan ASI dengan yang diberikan susu botol. Anak – anak yang mendapatkan ASI mempunyai indeks massa tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang mendapatkan susu formula. 4
Mekanisme bagaimana ASI mampu mengurangi risiko obesitas dapat dijelaskan sebagai berikut : Bayi yang mendapatkan ASI belajar untuk mengatur sendiri asupan makanan. Artinya bahwa, bayi yang menyusui langsung dari payudara ibunya akan berhenti ketika ia merasa kenyang, sedangkan bayi yang menggunakan susu botol cenderung untuk menghabiskan susu yang ada di botol meskipun ia sudah kenyang. Pemberian susu dengan botol menyebabkan bayi menjadi malas karena tidak perlu menggunakan banyak tenaga untuk menghisap. Perbedaan ini pada akhirnya akan memberikan efek hingga bayi ini tumbuh dan berkembang, anak – anak yang mendapatkan ASI lebih mampu untuk mengatur asupan makanan yang ia perlukan sehingga pola makannya tidak berlebihan. 
Bayi yang diberikan susu formula memiliki level plasma insulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang diberikan ASI. Kadar insulin yang lebih tinggi menstimulasi deposisi jaringan lemak dan kemudian menimbulkan peningkatan berat badan dan obesitas pada anak usia 5 – 9 tahun. Pemberian ASI menngkontrol kadar leptin selama masa bayi dan masa dewasa. Plasma leptin adalah pengatur selera makan dan berat badan.
Bayi usia 3 – 6 bulan yang mengkonsumsi susu formula mengkonsumsi 66 – 70% protein lebih banyak dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI. Pada usia 12 bulan asupan susu makin bertambah hingga 5 – 6 kali dari yang seharusnya dipenuhi. Terdapat hubungan antara intake protein dan obesitas.4

2.      ASI dan Diabetes Mellitus
Peningkatan jumlah penderita diabetes tipe 2 pada negara berkembang dan negara maju menjadi perhatian semua pihak. Beberapa peneliti mulai melihat hubungan antara pola aktivitas, dan pola nutrisi baik pada masa anak – anak ataupun dewasa terhadap kejadian obesitas yang akhirnya menimbulkan penyakit diabetes. Telah lama diketahui bahwa nutrisi pada masa awal kehidupan memiliki efek fisiologis jangka panjang pada manusia, dan diperkirakan pemberian ASI juga dapat mencegah diabetes.
Owen et al tahun 2006 menyatakan bahwa pemberian ASI selama periode bayi, berhubungan dengan penurunan risiko diabetes mellitus tipe 2, dan kadar insulin yang lebih rendah pada usia dewasa, serta kadar glukosa darah dan konsentrasi serum insulin yang lebih rendah di masa bayi.2

3.      ASI dan Tekanan Darah Pada Masa Dewasa
Tekanan darah pada masa anak – anak ataupun masa dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor di masa awal kehidupan serta berhubungan dengan kejadian penyakit kardiovaskuler di masa mendatang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah dipengaruhi oleh nutrisi pada masa awal kehidupan termasuk intake sodium pada masa bayi, konsumsi susu formula dan pemberian ASI. Dengan adanya hasil penelitian tersebut maka mulai dilakukan upaya pencegahan penyakit kardiovaskular sejak masa awal kehidupan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Martin et al melakukan penelitian untuk membuktikan efek pemberian ASI terhadap tekanan darah. Hasilnya ditemukan bahwa tekanan darah sistolik pada anak – anak yang diberi ASI lebih rendah dibandingkan dengan anak – anak yang diberikan susu formula. Sedangkan tekanan darah diastolik hanya sedikit lebih rendah pada anak yang diberikan ASI dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.6
Mekanisme kontrol tekanan darah pada pemberian ASI dapat dijelaskan sebagai berikut 6 :
  •  Intake sodium rendah
  • Peningkatan intake long-chain polysaturated fatty acids, yang merupakan sebuah struktur penting dari sistem membran jaringan termasuk endothelium jaringan vaskuler
  • Mencegah hiperinsulinemia pada masa bayi, remaja dan dewasa


DAFTAR PUSTAKA

1.      Pradono J, Soemantri S. Transisi epidemiologi di Indonesia. Bandung: Pertemuan Rakornas Litbangkes2005 24 - 26 Agustus 2005.
2.      Owen C. Does breastfeeding influence risk of type 2 diabetes in later life? A quantitative analysis of published evidence. The American Journal of Clinical Nutrition. 2006;84:1053-84.
3.      Departement of Childreen and Adolescent Development. Community-based Strategies for Breastfeeding Promotion and Support in Developing Countries. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2003:1-3.
4.      Owen C. The effect of breastfeeding on mean body mass index throughout life: a quantitative review of published and unpublished observational evidence. Am J Clin Nutr. 2006;86:1298-37.
5.      Dewey KG. Infant self-regulation of breast milk intake. ActaPaediatrScand. 1986;75:893-8.
6.      Martin et al. Breastfeeding in Infancy and Blood Pressure in Later Life: Systematic Review and Meta-Analysis. American Journal of Epidemiology. 2004;161(15-26).