Monday 21 November 2011

PENDEKATAN PROMOSI KESEHATAN PADA PENYAKIT TIDAK MENULAR : PENYAKIT JANTUNG KORONER

1.      Epidemiologi
Peningkatan dalam sistem kesehatan masyarakat (misalnya, meningkatnya kebersihan, nutrisi dan imunisasi) dan peningkatan sistem pengobatan (misalnya, antibiotik) berhasil menurunkan insidensi dan prevalensi penyakit menular. Dengan menurunnya menyakit menular, posisinya sebagai penyebab kematian digantikan oleh penyakit kronis seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), kanker dan stroke (Schneider dan Speers, 2001). Dari sekian banyak penyakit tidak menular, data WHO menunjukkan bahwa PJK merupakan penyebab kematian utama di dunia. Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal karena PJK di tahun 2008, angka ini mencapai 30% dari seluruh kematian. Dari jumlah tersebut 7,3 juta meninggal akibat PJK dan 6,2 juta meninggal karena stroke. Negara – negara yang sedang berkembang berperan besar dalam menyumbang kematian akibat PJK, bahkan 80% dari seluruh kasus kematian akibat PJK berada di negara – negara tersebut. Pada tahun 2030 diperkirakan 23,6 juta orang meninggal karena PJK dan kebanyakan karena penyakit jantung dan stroke.
Di Indonesia prevalensi penyakit jantung koroner menjai semakin tinggi. Suvey Kesehatan Nasional yang dilakukan secara berkala oleh Kemenkes menunjukkan bahwa Tahun 2003  jantung koroner telah menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di Indonesia yaitu sebesar 26,4%. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk di negara kita.
     Masalah kesehatan adalah  masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun kadang bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada faktor-faktor di luar kenyataan klinis yang mempengaruhi terutama faktor sosial budaya.
Sejak pertengahan abad  ke-20, berbagai faktor risiko, termasuk faktor psikososial dan gaya hidup telah berhasil diidentifikasi. Dengan munculnya pengetahuan tersebut maka mulai banyak muncul penelitian – penelitian untuk mencari perjalanan penyakit, termasuk intervensi faktor psikososial dan gaya hidup sebagai upaya menurunkan kesakitan dan kematian karena penyakit kronis.


2.      Akar Masalah
Sumber dari faktor – faktor risiko pada penyakit tidak menular adalah perilaku, fisiologis atau genetik, lingkungan dan sosial. Faktor risiko adalah pengalaman, perilaku, tindakan atau aspek – aspek pada gaya hidup, yang dapat memperbesar peluang terkenanya atau terbentuknya suatu penyakit, kondisi, cedera, gangguan, ketidakmampuan, atau kematian. Faktor risiko dapat terbentuk akibat kondisi, karakter, atau pajanan risiko yang kuat. Faktor risiko juga mengacu pada perilaku yang berisiko, kondisi penguat atau faktor – faktor predisposisi. Banyak faktor risiko yang berkaitan dengan gaya hidup, pekerjaan, lingkungan dan perilaku terbentuk dari sejumlah pengaruh dan sumber yang tidak selalu dapat dijelaskan, termasuk pilihan dalam gaya hidup, kondisi kehidupan, pengaruh sosial dan pajanan lingkungan.
Berbagai teori perilaku berkembang untuk menjelaskan masalah – masalah kesehatan, salah satunya adalah teori yang dikembangkan oleh R.G Evans dan G.L. Stoddart tahun 1990.

Gambar model determinan kesehatan oleh R.G Evans dan G.L. Stoddart tahun 1990.

Dalam model tersebut dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, faktor sosial, faktor fisik dan genetik turut mempengaruhi determinan biologis dan perilaku kesehatan individu. Poin pentingnya adalah perilaku bukan merupakan pilihan individual, tapi terbentuk dari berbagai tekanan dari berbagai lebel organisasi. Individu dipengaruhi oleh keluarga, hubungan sosial, organisasi tempat mereka berinteraksi (tempat bekerja, sekolah, organisasi keagamaan), komunitas tempat mereka tinggal, dan lingkungan sosial disekitar mereka.
Tingginya jumlah penderita penyakit jantung saat ini telah lama menjadi sorotan para peneliti. Banyak faktor yang berkaitan dengan peningkatan prevalensi PJK, diantaranya adalah terjadinya transisi epidemiologi, yaitu keadaan dimana usia harapan hidup meningkat. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan kematian bayi, anak dan remaja karena peningkatan mutu pelayanan kesehatan, penanganan masalah nutrisi yang lebih baik, berkurangnya penyakit infeksi, peningkatan status ekonomi, serta meningkatnya peran dan pendidikan wanita. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup, maka semakin meningkat pula jumlah penduduk berusia dewasa dan lanjut usia, dan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami PJK.
Namun diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi, faktor yang paling dominan adalah gaya hidup. Seiring dengan berkembangnya sistem kehidupan, industrialisasi dan urbanisasi terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan. Jumlah konsumsi sayuran, buah – buahan dan sumber serat mulai berkurang, digantikan dengan peningkatan konsumsi daging, dan makanan tinggi lemak lainnya. Sebuah penelitian di China menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi lemak pada masayarakat kelas atas dari 22,8% di tahun 1983 menjadi 66,6% di tahun 1993. Hal yang sama juga terjadi di kalangan menengah dan menengah ke bawah, peningkatannya dari 19% hingga 36,4% di tahun 1993. Di beberapa negara Asia yang sebelumnya makanan pokoknya adalah makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak, saat ini mulai mengalami perubahan pola makan menjadi penurunan konsumsi karbohidrat dan peningkatan konsumsi lemak. Globalisasi produksi makanan dan pemasaran makanan juga berperan dalam meningkatkan konsumsi makanan rendah serat dan rendah mikronutrien.Kondisi ini semakin diperburuk oleh pengaruh dari media dan iklan.
Globalisasi juga mendorong kemajuan teknologi. Hampir setiap sendi kehidupan manusia dibantu oleh keberadaan teknologi. Kemajuan teknologi membantu mengurangi beban kerja manusia, sayangnya hal ini juga berarti semakin berkurangnya aktivitas fisik. Saat ini, orang lebih memilih untuk menggunakan lift dibandingkan tangga, mengendarai mobil dibandingkan berjalan kaki, sementara kegiatan olahraga semakin berkurang, bahkan mulai ditinggalkan karena kesibukan bekerja atau aktivitas lainnya. Hal ini jelas menimbulkan implikasi buruk terhadap kesehatan, salah satunya adalah munculnya risiko untuk mengalami penyakit jantung.
Peningkatan konsumsi tembakau atau rokok di beberapa negara berkembang juga mempengaruhi peningkatan kasus PJK. WHO menyatakan bahwa, di tahun 2010, rokok akan menjadi penyebab kematian utama, 12,3% dari seluruh kematian di dunia. Kematian terjadi akibat penyakit jantung yang disebabkan oleh konsumsi tembakau. Tembakau adalah penyebab utama kematian akibat PJK, padahal sebenarnya faktor ini adalah faktor yang bisa dicegah.


3.      Kebijakan Nasional Penanggulangan PTM
Kerangka konsep pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular didasari oleh kerangka dasar Blum, bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Kebijakan pencegahan dan penanggulangan PTM ini ditujukan pada penyakit-penyakit yang mempunyai faktor resiko yang sama yaitu : jantung, stroke, hipertensi, diabetes militus, penyumbatan saluran napas kronis.
a.      Tujuan
Memacu kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan PTM untuk nmenurunkan kejadian penyakit tidak menular (PTM) dan meningkatkan kualitas hidup sehat masyarakat yang berada di semua tatanan.
b.      Bagaimana caranya ?
Dengan cara menghilangkan atau mengurangi faktor resiko PTM dan memperhatikan faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan. Departemen kesehatan, melalui pusat promosi kesehatan memfokuskan pada :
  • Meningkatkan upaya kesehatan melalui promotif dan preventif baik Pusat maupun Propinsi dan Kabupaten.
  • Melakukan intervensi secara terpadu pada 3 faktor resiko yang utama yaitu : rokok, aktivitas fisik dan diet seimbang.
  • Melakukan jejaring pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Mencoba mempersiapkan strategi penanganan secara nasional dan daerah terhadap diet, aktivitas fisik, dan rokok.
  • Mengembangkan System Surveilans Perilaku Beresiko Terpadu (SSPBT) PTM.
  • Kampanye pencegahan dan penanggulangan PTM tingkat nasional maupun lokal spesifik.
Untuk di masa datang upaya pencegahan PTM akan sangat penting karena hal ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu rokok, diet seimbang dan aktivitas fisik. Pencegahan PTM perlu didukung oleh para semua pihak terutama para penentu kebijakan baik nasional maupun lokal.
c.       Sasaran
  • Penentu kebijakan baik di pusat maupun di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
  • Penentu kebijakan pada sektor terkait baik di pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
  • Organisasi profesi yang ada.
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sektor swasta serta masyarakat.
d.      Kebijakan
Promosi dan pencegahan PTM dilakukan pada seluruh fase kehidupan, melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media
massa, dunia usaha/swasta.
Upaya promosi dan pencegahan PTM tersebut ditekankan pada masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang berisiko (at risk) dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased population) dan masyarakat yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi (rehabilitated population).
  • Penanggulangan PTM mengutamakan pencegahan timbulnya faktor resiko utama dengan meningkatkan aktivitas fisik, menu makanan seimbang dan tidak merokok.
  • Promosi dan pencegahan PTM juga dikembangkan melalui upaya-upaya yang mendorong/memfasilitasi diterbitkannya kebijakan publik yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Promosi dan Pencegahan PTM dilakukan melaui pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.
  • Promosi dan pencegahan PTM merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam semua pelayanan kesehatan yang terkait dengan penanggulangan PTM.
  • Promosi dan pencegahan PTM perlu didukung oleh tenaga profesional melalui peningkatan kemampuan secara terus menerus (capacity building).
  • Promosi dan pencegahan PTM dikembangkan dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan masalah, potensi dan sosial budaya untuk meningkatkan efektivitas intervensi yang dilakukan di bidang penanggulangan PTM.
e.       Strategi
Sasaran Promosi dan pencegahan PTM secara operasional di lakukan pada beberapa tatanan (Rumah tangga, tempat kerja, tempat pelayanan kesehatan, tempat sekolah, tempat umum, dll). Area yang menjadi perhatian adalah diet seimbang, merokok, aktivitas fisik dan kesehatan lainnya yang mendukung.
Strategi promosi dan pencegahan PTM secara umum meliputi Advokasi, Bina suasana dan Pemberdayaan masyarakat. Di tingkat pusat lebih banyak dilakukan pada advokasi dan bina suasana. Sedangkan di tingkat kabupaten/kota lebih ditekankan pada pemberdayaan masyarakat 3 (tiga) strategi untuk semua hanya materinya beda.
·         Mendorong dan memfasilitasi adanya kebijakan publik berwawasan kesehatan yang mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Mendorong dan memfasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar institusi penyelenggara promosi dan mitra potensi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Meningkatkan peran aktif tenaga promosi kesehatan di dalam upaya penanggulangan PTM secara komprehensif baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif di masing-masing institusi pelayanan.
  • Meningkatkan kapasitas tenaga profesional bidang promosi kesehatan baik di pusat maupun daerah khususnya dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemeliharaan kesehatan mandiri masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses pemecahan masalah PTM yang dihadapi untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lingkungannya dalam pencegahan dan penanggulangan PTM.
  • Mengembangkan daerah kajian teknologi promosi kesehatan tepat guna dalam penanggulangan PTM.
f.       Indikator
Untuk mengetahui sampai seberapa jauh keberhasilan pelaksanaan strategi penanggulangan PTM, ada beberapa patokan yang dapat dipergunakan untuk monitoring dan evaluasi melalui sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan pencegahan dan penanggulangan PTM.
Indikator keberhasilan strategi promosi dan pencegahan PTM yaitu :
1.      Indikator Umum
·         Menurunnya angka kematian (mortalitas) penderita PTM utama.
·         Menurunnya angka kesakitan (morbiditas) penderita PTM utama.
·         Menurunnya angka kecacatan (disabilitas) penderita PTM utama.
·         Menurunnya angka faktor risiko bersama PTM utama.
2.      Indikator Khusus
·         Penurunan 3 faktor risiko utama PTM (merokok, kurang aktvfitas fisik dan konsumsi rendah serat).
·         Penurunan proporsi penduduk yang mengalami obesitas, penyalahgunaan alcohol dan BBLR.
·         Peningkatan kebijakan dan regulasi lintas sector yang mendukung penanggulangan PTM.
·         Peningkatan bina suasana melalui kemitraan dalam pemberdayaan potensi masyarakat.
·         Tersedianya model-model intervensi yang efektif dalam promosi dan pencegahan PTM.
·         Peningkatan pelaksanaan promosi dan pencegahan di institusi pelayanan.

4.      Kritik dan Saran
Berdasarkan program tersebut dapat dilihat bahwa telah ada program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah penyakit tidak menular, melalui 3 fokus utama yaitu rokok, diet seimbang dan aktivitas fisik. Sesuai dengan teori perilaku yang dikembangkan oleh Evan dan Stoddart bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh berbagai level organisasi disekitarnya, maka program pencegahan PTM sebaiknya juga dilakukan di beberapa level organisasi, baik di keluarga, tempat kerja dan lingkungan tempat tinggal.
Dalam penerapan program tersebut dapat digunakan pendekatan Health Belief Model. Health belief model telah dipergunakan selama bertahun – tahun sebagai landasan teoritis bidang pencegahan penyakit, pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan. Penerapan konsep ini didasarkan pada pendapat bahwa keyakinan yang dipegang seseorang tentang suatu fenomena kesehatan memang benar bagi mereka, setidaknya orang tersebut akan berpegang teguh pada pendapat itu dan akan mengikuti perilaku yang dihasilkan. Empat asumsi dasar health belief model yang telah diadaptasikan untuk penyakit kronis :
a.       Individu atau populasi harus yakin bahwa kesehatannya telah dipertaruhkan.
b.      Individu atau populasi harus menyadari keseriusan suatu penyakit, kondisi atau gangguan atau faktor risiko yang berkontribusi pada kejadian tersebut, dengan tujuan untuk menghentikannya.
c.       Individu atau populasi harus merasa dirinya rapuh terhadap penyakit, menganggap diri mereka rentan terhadap penyakit itu, dan yakin bahwa manfaat yang didapat dari perubahan yang dapat menekan biaya dan kesulitan.
d.      Individu atau populasi harus yakin bahwa rindakan yang dilakukan pasti membawa hasil dan penyembuhan yang bermakna guna memotivasi orang tersebut untuk memberikan suatu respons.
Berdasarkan pendekatan tersebut, maka dapat dilakukan :
a.       Pemberian promosi kesehatan kepada individu atau populasi melalui penyuluhan langsung dengan memanfaatkan acara yang terus dilakukan secara rutin di masyarakat yang melibatkan populasi target, misalnya saat pengajian atau arisan.
b.      Menggunakan pendekatan positive deviance (penyimpangan positif) untuk melihat apakah ada kearifan lokal atau perilaku menyimpang positif dari salah satu anggota masyarakat yang bisa dijadikan contoh dan teladan untuk anggota populasi lain. Diharapkan masyarakat lebih mau menerima dan mempertahankan perilaku positif karena hal tersebut berasal dari komunitas mereka sendiri.
c.       Mencanangkan program olahraga rutin di berbagai level organisasi, seperti melakukan senam jantung sehat untuk lansia dengan memaksimalkan peran posyandu lansia, senam rutin di hari Jumat di semua kantor swasta, instansi pemerintah dan sekolah – sekolah.
d.      Mensosialisasikan dan melaksanakan UU Kesehatan yang berkaitan dengan pelarangan merokok di tempat umum.
e.       Mengubah bungkus rokok, bungkus rokok dengan gambar akibat dari kebiasaan merokok seperti yang dilakukan di negara lain diharapkan lebih efektif untuk meingkatkan keyakinan bahwa perilaku merokok memberikan pengaruh yang sangat buruk untuk kesehatan.
f.       Mengubah pendekatan kepada populasi tentang perilaku merokok, telah lama dilakukan pelarangan merokok, sosialisasi akibat merokok, dll namun terbukti tidak efektif untuk menurunkan angka perokok, berkaitan dengan krisis ekonomi dan kesulitan jika pendekatan promosi diubah ke pendekatan ekonomi seperti berapa banyak biaya yang dihabiskan untuk merokok dalam sebulan, berapa uang yang bisa disimpan dengan tidak membeli rokok dan berapa kebutuhan pokok yang bisa dibeli diharapkan masyarakat bisa lebih sadar akan bahaya ekonomi yang disebabkan oleh merokok dan secara langsung akan mengurangi perilaku merokok.

Thursday 3 November 2011

Ana's Award 2011 (part 1)

1. Fav. Female Artist
    The award goes to.... Cameron Diaz
    Pinter, lucu, actingnya bagus, paling seneng liat dia di film My Sister Keeper.

2. Fav. Male Artist

      The award goes to.... Neil Patrick Harris
      Love at the first sight di serial How I Meet Your Mother as Barney Stinson, play boy parah yg hidupnya ngga bisa jauh dari perempuan, suka banget kalo dia uda ngeluarin senyum yg cuma bibir kirinya yg ke atas **aaawwwww** Sampe beberapa bulan yang lalu lagi browsing tentang dia di mbah Google ternyata dia Gay, menikah dengan someone (laki - laki pastinya) dan punya anak adopsi, dan yg lebih parah lagi di beritanya ditulis mereka bingung siapa yg mau dipanggil papa dan siapa yg mau di panggil mama, JEGERRR!!!! Shock! Pantesan aja jaman skarang susah banget cari laki - laki, sekalinya ada yang bagusan dikit Gay, hadeuuh...

3. Fav. Female Singer
    
the Award goes to... Rihanna
Yeah.. ni perempuan bagus banget dah suaranya, lagu - lagunya juga bagus - bagus semua, video klipnya bagus2, kecuali satu tuh yang Rude Boy, aneh banget. Dari lagu pertamanya Pon the Replay sampe sekarang entah udah berapa lagu dari ketiga albumnya selalu ada di playlist laptop atau Hp. Never say boring for Rihanna.

4. Fav. Male Singer




the award goes to.... Josh Groban
Suaranya menggelegar, walaupun agak - agak berat lagu - lagunya tapi ngga pernah bosen denger suaranya, bagus banget buat pengantar tidur. Sebenernya sih gw lebih suka liat dia nyanyi versi Live, berapa kalipun di tonton selalu bikin merinding, penampilan livenya jauh lebih menggelegar dibandingin cuma denger hasil rekaman doang.

5. Sexiest Female Artist

the award goes to.... Beyonce Knowles
Why Beyonce? Gw ngga suka kalo artis itu too skinny, keliatannya kaya orang kurang makan, padahal mereka kaya - kaya. Bentuk tubuhnya ngga menunjukkan kemakmuran hidup mereka. Dan yang paling penting memberikan contoh yg ngga baik, kecantikan tidak sama dengan kurus. Liat aja Beyonce, dia punya paha gede kok, tapi tetep keliatan sexy dengan bentuk tubuhnya yg agak montok, keliatan kalo dia mampu beli makan yg enak - enak, hahaha. This is how woman body should be.

6. Sexiest Male Artist

the award goes to... Adam Levine

Dia ngga perlu Moves Like Jagger juga udah sangat lelaki, maskulin, cool, pas banget deh. Apalagi ditambah unshaved beardnya itu, oo..lala!!